Idul Fitri 1 Syawal 1431 H ini adalah Idul Fitri pertama saya setelah menjalani pensiun dini. Sebagaimana juga suasana Ramadhan yang terasa berbeda, suasana Idul Fitri juga punya perbedaan dibanding semasa masih bekerja. Perbedaan yang terjadi akibat perubahan beban tugas dan lingkungan sosial tentunya.
Karena tidak ada tugas rutin lagi, saya memiliki kebebasan untuk mengatur waktu menghadapi lebaran,seperti acara mudik dan kunjungan dan sebagainya. Saya tidak perlu pusing memikirkan pengaturan cuti tahunan agar masih bersisa untuk keperluan insidentil lainnya. Termasuk mengatur jadwal tugas piket yang menjadi pekerjaan rutin tiap hari raya.
Tapi harus saya akui ada satu hal yang hilang kali ini. Yaitu momen bersalam-salaman saling memaafkan pada hari pertama kerja setelah libur Idul Fitri. Tentu saja saya tetap akan datang menjumpai para sahabat di kantor lama saya, tapi waktunya perlu dicari yang lebih tepat.
Ada sedikit nuansa berbeda berkaitan dengan kegiatan bisnis yang saya lakukan. Paling tidak saya mesti memikirkan Tunjangan Hari Raya (THR) buat orang-orang yang terlibat di dalamnya. Yang jelas ada perbedaan tentang apa yang harus dipikirkan menjelang hari raya.
Dalam kesempatan yang baik ini, saya mengucapkan Selamat Idul Fitri buat sobat-sobat semua yang tidak bisa saya jumpai. Minal Aidin Wal Faizin. Mohon maaf lahir dan batin.
Buat rekan-rekan sesama pensiunan, semoga bisa menghadapi Idul Fitri ini dengan perasaaan bahagia dan diberi kesehatan jasmani-rokhani. Apa yang dicita-citakan setelah pensiun dini semoga dapat terkabul. Salam untuk keluarga.
Buat rekan-rekan yang masih bekerja, semoga kesuksesan selalu menyertai anda. Yang ingin naik pangkat bisa segera terkabul, dan yang ingin mutasi bisa terlaksana sesuai keinginannya. Salam juga untuk keluarga semua.
Selasa, 14 September 2010
Idul Fitri Pertama Setelah Pensiun Dini
Label: idul fitriRabu, 08 September 2010
Tunjangan Hari Raya atau THR
Label: idul fitri, lebaran, THRSatu istilah yang dahulu sangat akrab di telinga dan kini tak terdengar lagi setelah pensiun dini adalah THR.Ya eyalah, namanya juga sudah pensiun, mosok sih masih mikirin masalah THR ? Sebenarnya bukannya memikirkan, cuma aneh saja kehilangan satu kosa kata tadi.
Istilah THR memang amat lekat dengan kehidupan seorang karyawan. Sekian hari menjelang hari raya Idul Fitri merupakan saat yang ramai karyawan berbincang tentang THR. Apalagi kalau sudah mendekati waktunya ternyata belum keluar juga, semakin seru pembahasan seputar hal itu.
Namun kita juga tahu bahwa tidak setiap karyawan bisa menikmati THR. Dari tayangan setasiun televisi, kita saksikan masih banyak perusahaan yang belum mampu memberikan THR bagi karyawannya. Tentu saja alasannya adalah kemampuan perusahaan yang tidak memungkinkan. Amat memprihatinkan !
Terlepas dari perlu atau tidaknya, kita tahu bahwa tradisi di negara kita dalam merayakan lebaran selalu berkaitan dengan pengeluaran yang meningkat. Tak bisa dihindari karena kita hidup bermasyarakat. Pakaian, atau setidaknya makanan, pasti diperlukan lebih khusus dibanding hari-hari biasanya.
Belum lagi bagi yang punya acara mudik. Kebutuhan biaya pasti akan meningkat jauh lebih tinggi. Dan bukan hal yang mudah untuk mengumpulkan uang atau menabung untuk keperluan tersebut. Kebutuhan rutin bulanan saja sudah pas-pasan.
Bagi yang bukan karyawan, pengusaha misalnya, atau pekerja mandiri, istilah THR mungkin memiliki pengertian berbeda. Mereka sudah terbiasa mengalokasikan dana untuk kebutuhan tersebut. Paling banter mereka berupaya memanfaatkan peluang secara lebih maksimal agar memiliki hasil cukup untuk merayakan hari raya. Pengusaha bahkan mesti memikirkan THR buat karyawannya.
Bagaimana dengan pensiunan ?
Pensiunan jelas harus lebih mampu mengelola dananya agar siap menghadapi kebutuhan insidentil seperti ini. Karena tidak ada lagi yang diharap kecuali dari apa yang dimilikinya saat pensiun. Harus mulai terbiasa tidak tergantung kepada pihak lain dan mengelola semuanya sendiri.
Akan lebih baik lagi bila dana yang dimiliki sebagiannya telah diputar sebagai modal bisnis. Dengan demikian tidak ada lagi kebingungan setiap menghadapi hari raya. Semoga.
Selamat Idul Fitri. Mohon maaf lahir dan batin.
Jumat, 13 Agustus 2010
Ramadhan Pertama Sebagai Pensiunan
Alhamdulillah, akhirnya saya merasakan juga nuansa bulan Ramadhan dalam status sebagai pensiunan. Sebenarnya sih biasa aja, cuma yang namanya pengalaman pertama kan pastilah ada sesuatu yang berbeda. Paling tidak, lebih bebas untuk bangun lebih siang.
Kelihatannya sepele, cuma masalah bangun lebih siang. Tapi coba kalau bangun kesiangan saat masih bekerja, wah banyak implikasinya. Pertama, korupsi waktu. Bukannya meningkatkan ibadah malah menambah kesalahan. Lalu, memberi contoh buruk kepada bawahan. Berarti amanah telah dilanggar. Wah, pokoknya banyak deh implikasinya.
Nah, kalau dalam posisi pensiunan seperti sekarang, jadwal pekerjaan bisa diatur sendiri. Kecuali kalau memang ada janji dengan orang lain, itu harus ditepati. Selebihnya bisa lebih fleksibel mengikuti kehendak hati.
Lho, tapi kan ada bisnis yang harus diurus ? So pasti, dan itu ada yang mengurus rutinitasnya. Disitulah gunanya berbisnis menggunakan sistem, bukan jungkir balik sendirian. Jika telah berjalan dengan baik, bahkan jika ingin fokus sebulan untuk ibadah juga seharusnya bisa. Tanpa harus merugikan bisnis dan orang-orang di dalamnya.
Saya belum sehebat itu, tapi sedang merintis ke arah itu. Makanya Ramadhan ini pun masih belum sepenuhnya bisa bebas dari segala urusan. Bahkan permasalahan sebenarnya cukup banyak. Tapi, sekali lagi, saya lebih punya keleluasaan menjadwalnya.
Apalagi ya yang berbeda ? Oia, masalah kemacetan di jalan. Semasa bekerja, sering sekali saat waktu berbuka masih terjebak di kemacetan lalulintas. Sebenarnya jam pulang kerja sudah diatur lebih awal, tapi prakteknya jarang bisa dilaksanakan. Urusan pekerjaan selalu membuat pulang terlambat.
Nah, sekarang setelah pensiun dini enggak ada lagi yang seperti itu. Jalanan memang semakin macet, tapi saya bisa menghindarinya dengan cara tidak berada di jalan. Kalau tidak amat mendesak, lebih baik bekerja dari rumah saja. Namanya juga pensiunan.
Selasa, 04 Mei 2010
Manfaat Pensiun Bagi Anak
Label: anak, manfaat pensiun, praktek bisnisWaktu masih bekerja, jika mendengar istilah manfaat pensiun, itu berarti sejumlah uang yang diterima secara bulanan di masa pensiun. Di masyarakat lebih dikenal sebagai uang pensiun. Ada juga yang menyebutnya sebagai gaji pensiun.
Nah, manfaat pensiun yang akan saya tulis disini bukan dalam pengertian seperti di atas. Tapi manfaat non material yang dirasakan setelah tidak lagi direpotkan oleh tugas harian sebagai karyawan. Dari mulai penyaluran hobi dan kesenangan hingga masalah-masalah di seputar keluarga dan kemasyarakatan.
Dalam tulisan kali ini saya akan mengkhususkan diri dalam masalah anak. Bagaimana faktor anak dipertimbangkan saat mengambil keputusan pensiun dini, serta manfaat positif apa yang direncanakan bagi anak. Mari kita lihat bersama.
Banyak rekan-rekan saya yang tidak berani mengambil program pensiun dini karena pertimbangan anak. Anak masih membutuhkan banyak biaya, anak tidak suka punya orang tua berstatus pensiunan, dan sebagainya. Saya pun menganggap hal-hal tersebut sebagai masalah serius dalam pengambilan keputusan.
Syukurlah anak saya tidak mempermasalahkan keputusan saya untuk pensiun. Yang muncul malah pertanyaan lucu tapi penting, yaitu bagaimana nanti menulis pekerjaan orang tua di buku raport. Atau satu pertanyaan lagi berupa kepedulian, yaitu kegiatan yang akan saya lakukan selanjutnya setelah pensiun.
Satu hal yang saya pikirkan dan rencanakan berkaitan dengan anak di masa pensiun. Yaitu bisa menunggui dan memberi perhatian lebih kepada mereka di masa tahapan penting dalam perkembangan mereka. Hal yang tidak bisa sepenuhnya saya lakukan jika masih aktif bekerja.
Anak saya sulung duduk di tingkat 2, anak kedua kelas 1 SMA dan si bungsu kelas 1 SMP. Pada tahapan usia ini anak sudah bisa diajak diskusi lebih serius tentang kehidupan. Tidak cukup bila hanya istri saya yang mengawalnya, seperti saat mereka masih kecil.
Mereka tidak hanya butuh wejangan dan teori, seperti yang sebelumnya selalu saya berikan karena keterbatasan waktu bersama mereka. Mereka butuh bimbingan langsung, contoh-contoh nyata. Dan terutama sekali, kita ada saat mereka butuhkan. Bukannya mengganggu mereka justru di saat mereka ingin sendiri.
Alhamdulillah, meski saya tidak menganggur 100% namun kegiatan usaha saya tidak terlalu menyita waktu. Banyak waktu saya tersedia buat mereka. Bahkan kegiatan usaha yang saya lakukan justru menjadi bagian dari pengajaran kepada mereka.
Jika saya bicara mengenai kemandirian, tidak hanya mengandalkan lowongan kerja tapi harus mampu menciptakan usaha sendiri, saya bisa memberikan contoh nyatanya. Dan terlihat betul hasilnya. Jika sebelumnya anak-anak saya sangat konsumtif, sekarang ini mereka mulai kenal bagaimana berupaya untuk produktif.
Si sulung sudah mulai bisa menghasilkan uang lewat kreasi sepatu lukisnya. Adik-adiknya mulai berlatih pemasaran dengan ikut serta menjual produk dari sang kakak. Situasnya menjadi kondusif untuk saya mulai mengenalkan praktek manajemen bisnis yang benar.
Semua aktifitas di atas saya kawal dan jaga agar mereka tetap tidak mengabaikan urusan sekolahnya. Kegiatan pendidikan mereka bisa saya pantau dan ikuti lebih cermat. Saat mereka usai mengikuti event tertentu dan sukses serta ingin berbagi cerita, saya siap mendengarkan dan mendiskusikannya. Apalagi bila mengalami kesulitan, saya ada untuk dimintakan bantuan.
Saya amat berhati-hati agar keberadaan saya tidak membuat mereka manja. Saya tetap mengatur jarak terhadap privacy mereka. Dan semua itu hanya bisa dilakukan bila kita memiliki waktu yang cukup untuk memahami mereka.
Itulah sekilas manfaat pensiun yang kadang kurang diperhatikan namun amat penting bagi kehidupan keluarga. Bukan hanya uang, banyak manfaat lain yang anda rasakan setelah terjun di dalamnya.
Kamis, 29 April 2010
Ilmu Saya Terpakai Juga Akhirnya
Label: baglog jamur, bisnis jamur, kapasitas pabrik, proses produksi, sistem produksi, teknik industriBukannya selama bekerja enggak ada gunanya, tetapi beberapa ilmu yang saya dapatkan di bangku kuliah memang belum maksimal penerapannya. Padahal perusahaan sudah susah payah menyekolahkan saya. Siapa nyana ternyata setelah pensiun dini malah berguna.
Dengan basic teknik industri, saya memperoleh pelajaran tentang sistem produksi, proses produksi, perencanaan tata letak fasilitas, dan beberapa ilmu lain yang cocok sekali bila diterapkan di industri manufaktur. Karena bekerja di industri pelayanan jasa, maka hanya beberapa pelajaran yang bisa diterapkan langsung. Selebihnya saya lebih memanfaatkan pola pikir yang terbentuk di bangku kuliah tersebut.
Terus sekarang apa memang penerapannya ? Kerja lagi di pabrik ya ? Hohoho, tidak begitu ! Kebetulan salah satu usaha yang saya tekuni adalah usaha jamur, tepatnya dalam produksi baglog jamur tiram. Outputnya digunakan untuk memasok para petani jamur. O ya, baglog jamur adalah media dan bibit jamur dengan bentuk seperti gambar di samping.
Seperti pernah saya tulis sebelumnya, sebenarnya ini bukan usaha pribadi, tapi merupakan usaha kerjasama. Mitra usaha saya adalah pengusaha jamur yang sudah belasan tahun menggeluti bidang ini. Sesuai dengan permintaan pasar, kami harus memproduksi baglog jamur dengan kapasitas 3000 baglog per hari.
Menurut mitra saya, untuk memenuhi kapasitas produksi itu tinggal menambah alat rebus (sterilisasi) dengan kapasitas 3000 baglog. Saya mengiyakan saja karena dia yang sudah berpengalaman. Biar nanti saya mengevaluasinya sambil jalan. Soal produksi saya punya ilmunya.
Disinilah letak kelemahan banyak usaha kecil. Mereka lemah dalam manajemen usaha. Mitra saya ini seperti kebanyakan pengusaha sejenisnya, tidak mengerti tentang kapasitas produksi. Jika alat rebusnya mampu merebus 4000 baglog, dikatakan kapasitas produksi 4000 baglog.
Padahal ada rangkaian proses produksi yang harus selaras agar lancar menghasilkan kapasitas harian. Jelas mereka tidak paham network planning dan lintasan kritis. Hal inilah yang membuat kemampuan produksi menjadi tidak jelas ukurannya, walhasil pemenuhan permintaan juga mengecewakan.
Dengan membekali bagian produksi dengan form-form isian, satu bulan pertama saya berhasil mengumpulkan data untuk evaluasi. Ternyata kemampuan harian rata-rata hanya 1000 baglog. Akhirnya kami sepakat untuk perlahan meningkatkannya hingga mencapai 3000 baglog per hari.
Bukan hal mudah. Disinilah pelajaran semasa di bangku kuliah memperoleh penerapannya. Setelah melengkapi sarana sesuai kapasitas yang direncanakan, alur produksi diperbaiki dan distandarkan, akhirnya tinggal masalah tersulit : faktor manusia atau pekerja.
Terlalu panjang jika saya uraikan lengkap disini. Pada intinya, hasil perbaikan tersebut telah meningkatkan kapasitas produksi menjadi 2000 baglog per hari. Kami akan jaga dulu kestabilannya, sebelum bergerak ke kapasitas yang lebih tinggi.